Tak seperti biasanya, besok aku ingin sekali pergi ke toko burger.
Katanya, di kota ada satu toko burger terkenal yang baru dibuka. Rumor
mengatakan, pada hari pembukaannya (yaitu besok) harga burger di toko
itu hanya 50 sen per buah. Karena alasan itulah, aku ingin pergi kesana.
Bukankah itu suatu hal yang lumayan, mendapatkan burger yang enak dengan
harga semurah itu. Siapa orang yang tak mau mendapatkan kesempatan
langka seperti itu? Sepulang kerja, aku langsung merebahkan badanku di
sofa. Menonton TV sembari membayangkan kira-kira berapa burger yang
sanggup kubeli keesokan harinya. Tapi tak berselang lama, sebuah berita
di TV membuyarkan lamunanku.
"Telah terjadi pembunuhan besar-besaran di Panti Asuhan Brownsburry.
Anehnya, tak ditemukan satupun mayat di dalam gedung Panti Asuhan
tersebut. Hanya terdapat genangan darah di setiap ruangan dalam gedung.
Polisi masih mencoba untuk menyelidiki kasus aneh ini dan motif
dibaliknya."
'Hmm, cukup aneh. Tapi hal seperti itu takkan membuatku mengurungkan
niat untuk membeli burger murah itu besok.' pikirku. Aku lalu mematikan
TV dan pergi tidur.
Hari ini adalah hari pembukaan toko burger baru. Saat istirahat makan
siang, aku bergegas pergi kesana. Tampaknya bukan hanya aku yang ingin
membeli burger murah. Aku melihat beberapa teman kantorku, teman SMA ku
dulu, beberapa tetanggaku. Sangat banyak sangat ramai, benar-benar penuh
sesak. Aku sempat ragu apakah aku akan tetap mengantre burger. Aku
takut jam makan siangku habis hanya untuk mengantre. Lalu aku berpikir,
'Ah, sudahlah. Tak apa sekali-kali datang terlambat.' Aku terus
mengantre.
Akhirnya, tibalah giliranku untuk memesan burger.
"Pak, double cheese burger satu."
"Ini dia." Pelayan langsung menyodorkan kantong berisi burger yang masih hangat.
"Whoa. Cepat sekali! Berapa harganya?"
"Sesuai promo, 50 sen."
"Baik, ini uangnya. Terimakasih!"
Aku segera pergi meninggalkan toko burger itu. Antrian terlihat semakin panjang bersamaan dengan kepergianku.
Sesampainya di kantor, aku benar-benar dibuat heran. Sangat sepi,
seperti tak ada tanda kehidupan. 'Mungkinkah semua orang pergi ke toko
burger itu?' pikirku. Aku bergegas pergi ke mejaku dan mulai melanjutkan
pekerjaanku sambil menyantap burger yang baru saja aku beli. Sedap
sekali. Dagingnya lembut, sausnya sangat terasa. 'Pantas saja toko itu
sangat terkenal di tempat-tempat lain'. Aku terus melahap burger itu.
Hingga mendekati jam pulang kantor, beberapa teman kantorku belum
kembali dari toko burger itu. 'Sangat mengherankan, antriannya pastilah
sangat panjang.' pikirku. Tak ingin banyak membuang waktu, aku memilih
untuk segera pulang ke rumah. Sebenarnya aku punya janji dengan salah
seorang teman kantorku, tapi dia belum kembali dari mengantri. Aku lebih
memilih untuk membatalkan janji dengannya.
Dalam perjalanan pulang, aku melihat toko itu sudah tutup dan sepi.
'Lalu, kemana perginya teman-temanku?' tanyaku dalam hati. Aku tak bisa
tidur dan terus memikirkan hal itu.
Keesokan harinya, aku masih saja memikirkan nasib temanku. Dari
kemungkinan terbaik, hingga kemungkinan terburuk. Di kantor, meja
temanku kosong. Aku menanyakan tentang hal ini pada beberapa orang di
sana, tetapi tak ada seorang pun yang tahu. 'Belum pulang sejak kemarin?
Kemana perginya dia?' aku masih saja bingung.
"Hei, apa yang kau lamunkan?" tanya Louis, teman sekantorku.
"Oh. Tidak ada. Tidak ada."
"Ayolah. Setiap kali kau melamun, pasti ada yang sedang kau pikirkan."
"Okay. Baiklah. Ini tentang Marcel. Sejak kemarin sore hingga hari ini aku sama sekali belum melihatnya."
"Kau tahu bagaimana tipikal Marcel kan, Pablo? Dia memang orang yang
seperti itu, suka menghilang tiba-tiba. Jangan terlalu mencemaskannya.
Oh ya, kau tahu. Harga burger di toko baru itu naik menjadi 1 Dollar."
Aku langsung pergi meninggalkan Louis.
Aku bergegas menuju toko burger baru itu. Aku sudah sedikit melupakan
masalah tentang Marcel. Aku hanya ingin membuktikan perkataan Louis.
Ternyata benar juga. Harga burger itu menjadi 1 Dollar. Antrian terlihat
tidak sepadat kemarin. Aku sama sekali tak berminat untuk membeli
burger, jadi aku langsung kembali ke kantor. Sorenya dalam perjalanan
pulang, kulihat toko burger itu sudah tutup sama seperti kemarin.
Keesokan harinya di kantor
"Hei, Pablo! Kau tahu, harga burger di toko itu naik lagi. Sekarang harganya menjadi 1,5 Dollar."
"Lou, bisakah kita berhenti membicarakan burger. Aku masih banyak urusan."
"Oh, baiklah." Louis pergi meninggalkanku
Aku tak tahu harus bagaimana. Tugas kantor sangat banyak, Marcel belum
juga kembali, aku benar-benar stress. Tak ada waktu memikirkan berapa
harga burger di toko itu.
Hingga akhirnya, tubuhku sudah sampai pada batas ketahanannya. Aku jatuh
sakit dan harus dirawat dengan waktu yang lama. Sejujurnya, aku sangat
tak ingin dirawat di rumah sakit. Bau obat-obatan membuatku sangat tak
nyaman. Aku tak tahu berapa lama aku akan dirawat di sana. Aku juga
masih tidak tahu bagaimana kabar Marcel. Hanya Louis dan Julia pacarku,
yang menjengukku setiap hari.
Akhirnya, dokter memperbolehkan aku untuk keluar dari rumah sakit. Julia
datang menjemputku. Tak seperti biasanya, dia hanya diam. Dalam
perjalanan pulang, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
Sesampainya di rumah, dia langsung pergi begitu saja. 'Pasti ada sesuatu
yang aneh.' pikirku.
Keesokan harinya, aku kembali pergi bekerja. Kantor terlihat lebih sepi
dari biasanya. Aku mencoba bertanya pada seorang temanku.
"Hei, Rachel. Kenapa kantor terlihat sepi?"
"Aku tak tahu, Pablo. Beberapa orang tiba-tiba menghilang. Matt, Andrew,
Marie, Katie, dan kau pasti tahu. Marcel. Mereka tak pernah terlihat
bekerja kembali."
"Sesuatu pasti telah terjadi, Rachel. Katakan padaku apa yang telah terjadi kemarin."
"Beruntung sekali kau. Aku mencatat hal-hal yang telah terjadi
sebelumnya. Kemarin harga burger di toko baru itu 25 Dollar. Kemarin
juga hari dimana kau keluar dari rumah sakit setelah 1 bulan dari rumah
sakit. Hanya itu."
Aku segera menelpon Julia. Sangat banyak pertanyaan di dalam benakku
yang menunggu untuk dijawab. Julia menjawab panggilanku. Dia hanya ingin
menceritakannya nanti saat perjalanan pulang. Saat ini dia sedang
sibuk. Terpaksa aku mengiyakan keinginannya.
Sorenya, aku pergi menjemputnya di kantor. 'Aneh, kantornya sudah sepi.
Terlihat sama sekali tak ada kegiatan. Kira-kira di mana Julia sekarang
berada?'
1 jam, 2 jam, 3 jam, 5 jam sudah aku menunggu kedatangan Julia. Aku
terus berusaha untuk menghubunginya tetapi tak dijawabnya. 'Apa yang
terjadi padanya? Jangan, aku mohon jangan seperti Marcel.' Air mata
keluar membasahi pipiku. Aku pergi meninggalkan kantor Julia.
'Pasti semua ini ada hubungannya dengan toko burger baru itu. Aku hanya perlu membuktikannya sesegera mungkin. Aku berjanji.'
Keesokan harinya, aku dan Louis memutuskan untuk menyelidiki toko burger
baru itu. Toko itu sudah tutup. Aku memutuskan untuk membuka pintu
depan. Pintu itu tak dikunci. Kami berdua menerobos masuk. Salah satu
pelayan melihat perbuatan kami.
"Pak, kami sudah tutup."
"Kami berdua hanya ingin memesan burger." kataku
"Maaf, pak. Kami kehabisan daging untuk bahan patty. Terpaksa kami menaikkan harganya dari hari ke hari."
"Kami menginginkan burger dan kau harus memberikannya pada kami. SEKARANG!" Louis mengancam
"Baik, baiklah. Tetapi kalian harus membayar mahal."
Tiba-tiba aku merasakan pukulan benda tumpul mengenai tengkukku. Aku terjatuh ke lantai. Semua menghitam.
Aku merasakan hawa dingin yang tidak biasa. Sangat dingin. Kedua tangan
dan kakiku terikat. Sesuatu menutupi mataku. 'Aku harus keluar dari
sini. Aku harus!' Aku terus mencoba menggerakkan seluruh tubuhku tetapi
tidak bisa.
"Wah wah wah, tampaknya kau sudah sadar." suara itu terdengar seperti suara pelayan tadi.
"Sayang sekali, kami benar-benar tak bisa memberimu burger. Sebagai gantinya, kau akan menjadi bahan patty."
Aku diam.
"Kau tahu anak-anak Panti Asuhan itu? Well, mereka telah menjadi patty
dalam burger yang telah kau makan. Kau mau tahu bagaimana nasib Marcel
dan kekasihmu Julia? Mereka sudah berada di penggorengan. Mau tahu apa
yang terjadi pada Louis? Kami tengah membumbuinya. Kau hanya perlu
menunggu waktu untuk masuk mesin penggiling.".
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Urban Legend : Burger Shop"
Post a Comment